2.21.2011

Manusia dan Cinta Kasih

Pada kesempatan kali ini saya akan menulis tentang manusia dan cinta kasih namun sebelum kita melanjutkan pembahasan tantang manusia dan kebudayaan kita harus mengetahui dulu apakah yang dimaksud dengan manusia itu sendiri, berikut pengertian tentang manusia dan cinta kasih.

Pendefenisian dalam perspektif terminology (bahasa), cinta kasih dapat diuaraikan Cinta kasih adalah kata majemuk yang telah merupakan ungkapan tetap yang berupa paduan antara kata sifat yang terdiri dari kata “cinta” dan “kasih”. Cinta akan diartikan sebagai rasa rindu, ingin, sangat suka, sangat saying, sangat kasih dan tertarik hatinya. Sedangkan kasih diartikan sebagai perasaan saying, cinta, atau suka kepada.

Dari kata cinta kasih ini, lahir pula beberapa padanan kata yang hampir semakna. Sebut misalnya, “kasih sayang”, “belas kasihan”, “kemesraan” dan “pemujaan”. Cinta kasih merupakan inti dari keberadaan manusia ( the core of existence ). Dalam konteks lain, cinta kasih mengandung makna yang lain, seperti “jatuh cinta”, “dilamun asmara”, “cinta orang tua kepada anak atau sebaliknya”, “cinta pada alam dan seni”, “cinta kepada negara”, “cinta sesama manusia” dan yang lebih tinggi “cinta kepada Allah Swt.”.

Semua istilah tersebut di atas tidak sama, akan tetapi merupakan variasi-variasi dari sekian banyak istilah. Istilah-istilah ini merupakan padanan yang sangat memiliki arti yang mengarah pada satu pemaknaan yang utuh. Sehingga melahirkan tingkatan-tingkatan cinta. Realitas yang tersaji sekarang dihadapan kita (kondisi internal dan eksternal masing-masing individu) sangat memungkinkan memberikan tingkatan pada cinta itu. Sehingga lahir ‘cinta kasih yang rendah’, ‘cintah kasih yang menengah’, dan ‘cinta kasih yang tinggi dan luhur’.

Tingkatan cinta ini bisa saja lahir karena factor pemahaman atau tingkat intelegensi seseorang atau bahkan tingkat keimanan dan ketakwaan seseorang. Manusia dalam hal ini insan pecinta, tidak selamanya akan berada dalam tingkatan cinta tersebut. Cinta kasih yang rendah yang hanya sekedar menganggap cinta adalah sebuah rasa yang mesti diekspresikan seketika yang tanpa control dan nilai (absurd). Pecinta seperti ini cenderung melakukan aktivitas yang menamakan cinta namun bukan sebenarnya cinta. Tidak diperlukan control dalam penjabarannya bahkan cinta yang dimaksudkan memiliki nilai tapi seyogyanya tidak ada nilai kecuali ego dan nafsu semata yang bermain di dalamnya.

Cinta menengah lahir dikarenakan adanya paradigma bahwa cinta memiliki nilai namun tidak ada control maupun norma yang mengatur aplikasi. Pecinta seperti ini cenderung apatis bahkan boleh dikatakan manusia pragmatis. Nilai dimaknai sekedar pemenuhan hasrat dan rasa. Cinta ini tak bisa lagi dibedakan dengan nafsu. Pecinta ini melahirkan prilaku pacaran, dan sejenisnya. Penilaian akan cinta hanya sekedar sebagai rasa yang mesti diwujudkan. Kalaupun ada control yang bermain, disana hanya berupa rasionalisasi (hasil pemikiran) yang mengedapankan ego (egosentris ; tak semestinya juga ego diabaikan). Norma yang dianggap sebagai control hanya norma masyarakat. Selama tidak ada yang diganggu dan dirugikan, dan tak melewati batas kemanusiaan akan tetap dijalaninya.

Penggambaran akan aktualisasi cinta seperti di atas sudah sangat jauh dari fungsi dan peran manusia sebagai abdi sekaligus khalifah di muka bumi. Cinta rendah tak ubahnya seperti binatang (tidak adanya peran akal yang bermain dalam tataran prilaku), sedangkan pecinta tipe kedua memeliki pribadi ganda (split personality). Lalu bagaimana aktualisasi cinta yang sebenarnya yang luhur dan memiliki derajat yang tinggi? Kita akan uraikan pada penjabaran selanjutnya.

Dalam perspektif peradaban Yunani, cinta dibagi dalam tiga jenis. Ketiga jenis itu adalah;
1) Cinta Egape, ialah cinta manusia kepada Tuhan yang diwujudkan dengan komunukasi ritual (vertical/horizontal).
2) Cinta Philia, ialah cinta kepada ayah-ibu (orang tua), keluarga, saudara, sahabat, dan sesama manusia.
3) Cinta Eros / Amos, ialah cinta antara pria dan wanita (suami dan istri).

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa urutan cinta kasih yang paling pertaa adalah cinta kasih kita kepada ang menciptakan kita yaitu allah swt baru selanjutnya kepada orang yang merawat kita sedari kecil hingga besar sekarang dan yang terakhir adalah orang atau pasangan kita dalam sebuah kehidupan.

[+/-] Selengkapnya...

2.20.2011

Manusia dan Kebudayaan

Pada kesempatan kali ini saya akan menulis tentang manusia dan kebudayaan namun sebelum kita melanjutkan pembahasan tantang manusia dan kebudayaan kita harus mengetahui dulu apakah yang dimaksud dengan manusia itu sendiri, berikut pengertian tentang manusia dan juga kebudayaan. Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk hidup yang paling sempurna, melebihi ciptaan Tuhan yang lain. Manusia diturunkan ke bumi oleh Tuhan agar dapat menjadi khalifah dan pemimpin. Menghuni bumi yang kita tinggali sekarang ini untuk melanjutkan hidup sebelum kembali kepada-Nya. Salah satu hakekat manusia lainnya ialah manusia sebagai makhluk sosial, hidup berdampingan satu sama lain, berinteraksi dan saling berbagi.

Manusia terdiri dari jiwa dan raga yang dilengkapi dengan akal pikiran serta hawa nafsu. Tuhan menanamkan akal dan pikiran kepada manusia agar dapat digunakan untuk kebaikan mereka masing – masing dan untuk orang di sekitar mereka. Manusia diberikan hawa nafsu agar mampu tetap hidup di bumi ini.

Sebagai mahkluk social yang berkumpul dan menetap tentunya manusia mengadakan interaksi terhadap sesamanya. Dan selain berinteraksi dengan sesamanya tentunya manusia juga mengadakan interaksi terhadap linkungan alam diamana ia tinggal. Didalam interaksi itu yang dilakukan terus-menerus bahkan dapat menimbulkan sesuatu hal/kebiasaan dalam lingkungan masyarakat yang berulang dan menjadi kebiasaan atau diturunkan kepada masyarakat selanjutnya, hal ini kerap dikenal dengan istilah Kebudayaan.

Kebudayaan berasal dari kata budaya yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Definisi Kebudyaan itu sendiri adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat.

Pengertian kebudayaan banyak sekali dikemukakan oleh para ahli, salah satunya dikemukakan oleh Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, yang mendefinisikan bahwa Kebudayaan adalah semua hasil dari karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari pengertian tersebut menunjukan bahwa kebudayaan itu merupakan keseluruhan dari pengetahuan manusia sebagai mahkluk social, yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi. Atas dasar itulah para ahli mengemukakan adanya 7 unsur kebudayaan.

Tujuh Unsur Kebudayaan

1. Sistem Religi
Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Maha Pencipta yang muncul karena kesadaran bahwa ada zat yang lebih dan Maha Kuasa.

2. Sistem Organisasi Kemasyarakatan
Sistem yang muncul karena kesadaran manusia bahwa meskipun diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna namun tetap memiliki kelemahan dan kelebihan masing – masing antar individu sehingga timbul rasa utuk berorganisasi dan bersatu.

3. Sistem Pengetahuan
Sistem yang terlahir karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran yang berbeda sehingga memunculkan dan mendapatkan sesuatu yang berbeda pula, sehingga perlu disampaikan agar yang lain juga mengerti.

4. Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem – Sistem Ekonomi
Terlahir karena manusia memiliki hawa nafsu dan keinginan yang tidak terbatas dan selalu ingin lebih.

5. Sistem Teknologi dan Peralatan
Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang – barang dan sesuatu yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membedakan manusia dengam makhluk hidup yang lain.

6. Bahasa
Sesuatu yang berawal dari hanya sebuah kode, tulisan hingga berubah sebagai lisan untuk mempermudah komunikasi antar sesama manusia. Bahkan sudah ada bahasa yang dijadikan bahasa universal seperti bahasa Inggris.

7. Kesenian
Setelah memenuhi kebutuhan fisik manusia juga memerlukan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan psikis mereka sehingga lahirlah kesenian yang dapat memuaskan.

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam perkembangannya suatu kebudayaan itu tidaklah bersifat statis (tetap) melainkan bersifat dinamis. Hal ini disebabkan karena berbagai kelompok manusia yang memiliki kebutuhan tertentu saling berinteraksi satu kelompok dengan kelompok lainnya, tentunya melalui interaksi manusia itu terjadi perubahan kebudayaan karena dipengaruhi oleh kebudayaan lainnya.

Contoh-nya dapat kita perhatikan kebudayaan Indonesia pada zaman dahulu dengan zaman sekarang tentunya dapat dilihat perbedaanya. Bahkan perubahan kebudayaan yang dimiliki oleh sangatlah dinamis terutama di daerah perkotaan maju seperti Jakarta, yang kebudayaannya sudah banyak dipengaruhi oleh kebudayaan barat.

Tentunya hal ini sedikit meresahkan karena banyak kebudayaan asing yang diserap tanpa ditimbang-timbang terlebih dahulu. Bahkan banyak para ahli mengemukakan bahwa kebudayaan yang diserap dengan gamblang dapat berdampak negatif bagi lingkungan sekitar. Maka dari itu mulai saat ini kita harus menanamkan rasa cinta yang mendalam terhadap kebudayaan bangsa kita sendiri mulai sejak dini kepada generasi penerus bangsa.




[+/-] Selengkapnya...